Maulid yuk
PENDAPAT ULAMA TENTANG PERINGATAN MAULID NABI
PART 5
Pendapat Al-‘Allamah Asy-Syekh Ahmad Zaini Dahlan, mantan Mufti Madzhab Syafi’iyyah di Mekkah,
العادة أن الناس إذا سمعوا ذكرى وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له
صلى الله عليه وسلم و هذا قيام مستحب لما فيه من تعظيم النبي صلى الله
عليه وسلم، و قد فعل ذلك كثير من علماء الأمة الذين نقتدي بهم
“Kebiasaan manusia ketika disebut tentang Nabi shallallahu ‘alayhi wa
sallam berdiri untuk menghormati beliau dan berdiri ini disunnahkan
untuk menghormati Nabi, dan sungguh telah banyak ulama kaum Muslimin
yang melakukan seperti yang demikian”’
Pendapat Al-’Allamah As-Syekh As-Sayyid Muhammad Ibnu Alwi Al-Maliki Al-Hasaniy Rahimahullah,
إننا نرى أن الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ليست له كيفية مخصوصة لابد من
الالتزام أو إلزام الناس بها ، بل إن كل ما يدعو إلى الخير ويجمع الناس
على الهدى و يرشدهم إلى ما فيه منفعتهم في دينهم ودنياهم يحصل به تحقيق
المقصود من المولد النبوي ولذلك فلو اجتمعنا على شئ من المدائح التي فيها
ذكر الحبيب صلّىالله عليه وسلّم وفضله وجهاده وخصائصه ولم نقرأ القصة التي
تعارف الناس على قراءتها واصطلحوا عليها حتى ظن البعض أن المولد النبوي لا
يتم إلا بها ، ثم استمعنا إلى ما يلقيه المتحدثون من مواعظ وإرشادات وإلى
ما يتلوه القارئ من آيات
“Kami memandang sesungguhnya memperingati
Maulid Nabi yang mulya itu tidak mempunyai bentuk-bentuk yang khusus
yang mana semua orang harus dan diharuskan untuk melaksanakannya. Akan
tetapi segala sesuatu yang dilakukan, yang dapat menyeru dan mengajak
manusia kepada kebaikan dan mengumpulkan manusia atas petunjuk (agama)
serta menunjuki mereka kepada hal-hal yang membawa manfaat bagi mereka,
untuk dunia dan akhirat maka hal itu dapat digunakan untuk memperingati
Maulid Nabi, Oleh karena itu andaikata kita berkumpul dalam suatu
majelis yang disitu dibacakan puji-pujian yang menyanjung Al-Habib (Sang
Kekasih yakni Nabi Muhammad), keutamaan beliau, jihad (perjuangan)
beliau, dan kekhususan-kekhususan yang berada pada beliau ; lalu kita
tidak membaca kisah Maulid Nabi – yang telah dikenal oleh berbagai
kalangan masyarakat dan mereka menyebutnya dengan istilah “Maulid”
(seperti Maulid Diba’, Barzanji, Syaraful Anam, Al-Habsyi, dan lain
sebagainya), yang nama sebagian orang menyangka bahwa peringatan Maulid
Nabi itu tidak lengkap tanpa pembacaan kisah-kisah Maulid tersebut-
kemudian kita mendengarkan mau’idzah-mau’idzoh (peringatan-peringatan),
pengarahan-pengarahan, nasehat-nasehat yang disampaikan oleh para ulama
dan ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan oleh seorang Qari” . Lebih
lanjut,
أقول : لو فعلنا ذلك فإن ذلك داخل تحت المولد النبوي
الشريف ويتحقق به معنى الاحتفال بالمولد النبوي الشريف ، وأظن أن هذا
المعنى لا يختلف عليه اثنان ولا ينتطح فيه عنـزان
“andaikan kita
melakukan itu semua maka itu sama halnya dengan kita membaca kisah
Maulid Nabi yang Mulya tersebut dan itu termasuk dalam makna
memperingati Maulid Nabi yang Mulya. Dan saya yakin bahwa peringatan
yang saya maksudkan ini tidak menimbulkan perbedaan serta adu domba
antara dua kelompok”
Pendapat Al-’Allamah Asy-Syaikh Ali Jumu’ah (Mufti Mesir),
Sesungguhnya maulid (kelahiran) Nabi صلّى الله عليه و سلّم yang mulia
merupakan limpahan rahmat Ilahi yang dihamparkan bagi sejarah manusia
seluruhnya. Dan Al Qur’an Al-Karim mengungkapkan keberadaan Nabi صلّى
الله عليه و سلّم sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Rahmat ini
tidak terbatas, ia meresap masuk ke dalam pendidikan, pengajaran, dan
pensucian jiwa manusia. Rahmat tersebut jugalah yang menunjukan manusia
ke jalan kemajuan yang lurus dal lingkup kehidupan mereka, baik secara
materi maupun maknawi.
Rahmat tersebut juga tidak terbatas untuk
orang-orang di jaman itu saja, tetapi membentang luas sepanjang sejarah
manusia seluruhnya. Allah سبحانه وتعالىberfirman,
Al-Jumu’ah (62) No. Ayat : 3
وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan
dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Merayakan peringatan maulid Nabi صلّى الله عليه و سلّم merupakan salah
satu amal yang paling utama dan sebuah cara pendekatan diri kepada
Tuhan. Kerena keseluruhan peringatan tersebut merupakan ungkapan
kebahagiaan dan kecintaan kepada beliau صلّى الله عليه و سلّم . Dan
cinta kepada Nabi صلّى الله عليه و سلّم merupakan salah satu prinsip
dasar dari prinsip-prinsip iman. Sebuah hadits shahih dari Nabi صلّى
الله عليه و سلّم bahwa beliau bersabda:
والذي نفسي بيده لا يؤمن أحدكم حتّى يحبّ إليه من والده وولده
”Demi dzat yang diriku berada di dalam genggaman-Nya, tidak beriman
(sempurna) seseorang dari kalian sampai aku lebih ia cintai daripada
orang tua dan anaknya”
Syekh Ibnu Taimiyah ( panutan kelompok wahabi) membolehkan Maulid adalah sebagai berikut :
فتعظيم المولد ، واتخاذه موسمًا ، قد يفعله بعض الناس ، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده ، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, segolongan
orang terkadang melakukannya. Dan mereka mendapatkan pahala yang besar
karena tujuan baik dan pengagungannya kepada Rasulullah SAW..” ( Kitab
Iqtidha sirathal Mustaqim cet. Darul Fikr Lebanon th.1421 H hal 269